Rabu, 19 November 2025


PPKI yang tugas utamanya adalah mengesahkan pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar, sempat mengalami periode sulit karena isu tersebut.

Mohammad Hatta dalam autobiografinya Mohammad Hatta: Memoir (1979) mengungkap jika dirinya didatangi oleh seorang opsir dari Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang membawahi wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur, setelah naskah proklamasi kemerdekaan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Opsir tersebut, kata Hatta, menyampaikan keberatan dari wakil-wakil Protestan dan Katolik di wilayahnya dengan tujuh kata ’’dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’’ pada butir pertama Pancasila sebagaimana isi Piagam Jakarta.

Dalam buku Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) karya Prof Dr Ahmad Syafii Maarif (1996), Soekarno selaku Ketua PPKI cukup kewalahan menghadapi Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Muhammadiyah, yang bertahan dengan Piagam Jakarta.

Hatta dengan kecerdikannya kemudian meminta tolong Teuku Mohammad Hasan dari Aceh untuk melobi secara khusus Ki Bagus agar melunak dan setuju tujuh kata pada butir pertama Pancasila dihapus dan diganti dengan ’’Yang Maha Esa’’.

Bendrict Anderson dalam bukunya Revoloesi Pemoeda (1972) mengatakan, reputasi orang Aceh sebagai penganut Islam yang gigih memiliki daya tawar tinggi hingga akhirnya mampu meluluhkan Ki Bagus untuk menyetujui perubahan naskah Piagam Jakarta.

Teuku Hasan dalam buku tersebut menekankan pentingnya kesatuan nasional. ’’Adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon) masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha datang kembali,’’ tulis Benedict.

Lobi penting Teuku Hasan membuahkan hasil dengan tercapainya kompromi politik. Naskah Piagam Jakarta pun berubah, sehingga menjadi:

1. Kata ’’Mukaddimah’’ diganti dengan kata ’’Pembukaan’’.

2. Sila pertama Pancasila yang semula berbunyi ’’Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’’ diubah menjadi ’’Ketuhanan Yang Maha Esa’’.

3. Isi pasal 6 undang-undang dasar yang semula berbunyi ’’Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam’’ diubah menjadi ’’Presiden ialah orang Indonesia asli’’.4. Isi pasal 29 ayat (1) undang-undang dasar yang semula berbunyi ’’Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’’ diubah menjadi ’’Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa’’.Konsep Pancasila hasil kompromi politik pada akhirnya disetujui sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 untuk dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sebagai dasar negara Indonesia yang sah.Dan tanggal 1 Juni 1945, hari di mana Soekarno memperkenalkan pertama kali kata ’’Pancasila’’, akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila dan diperingati setiap tahun. (*)Baca juga:  Editor: Deka Hendratmanto 

Baca Juga

Komentar

Terpopuler