Rabu, 6 Desember 2023

Tak Boleh Asal, Ini Proses Pembuatan Batik yang Perlu Diketahui

Dani Agus
Senin, 2 Oktober 2023 08:15:00
Ilustrasi poses pembuatan batik tulis. (Murianews/Istimewa)

Murianews, Kudus – Tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Seperti diketahui, batik merupakan salah satu karya leluhur yang tak ternilai harganya.

Sebagai bentuk peringatan, pada tanggal ini, beragam lapisan masyarakat dari pejabat pemerintah hingga pelajar disarankan untuk mengenakan batik.

Hari Batik Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.

Melansir dari laman Kemdikbud, Senin (2/10/2023), pada dasarnya, batik merupakan seni lukis yang menggunakan canting sebagai alat untuk melukisnya. Canting sendiri merupakan sebuah alat berbentuk mangkok kecil yang terbuat dari tembaga dan memiliki carat atau monong, dengan tangkai dari bambu atau kayu yang dapat diisi malam (lilin) sebagai bahan untuk melukis. Canting ini dapat membuat kumpulan garis, titik atau cecek yang pada akhirnya membentuk pola-pola. Pola-pola inilah yang kemudian menjadi ragam hias dalam kesenian Batik.

Pada masa lalu, pembuatan batik dengan warna cokelat (soga), biru tua pada warna wedelan (indigo) dan putih atau krem pada warna dasarnya, dalam lingkungan keraton Jawa, dilakukan dengan memakai bahan pewarna alam karena bahan pewarna sintesis baru masuk ke Pulau Jawa kurang lebih tahun 1900-an.

Untuk warna cokelat atau soga diperoleh dari kulit kayu tinggi, kulit kayu jambal, dan kayu tegeran. Untuk warna biru digunakan bahan pewarna alam dari daun indigo atau tom. Proses membatik yang dilakukan masa lalu tersebut hingga saat ini masih tetap diterapkan kerana selain merupakan karya cipta nenek moyang yang senantiasa harus dilestarikan, juga merupakan proses batik yang memberikan kekhasan dan ciri tersendiri dari batik di Indonesia.

Proses ini disebut Proses Tradisional atau Proses Pedalaman dan meliputi tahap-tahap:

1. Ngloyor adalah tahap pertama dari proses ini yaitu memasukkan mori yang sudah dicuci ke dalam campuran minyak jarak/minyak kacang dengan air abu merang dan diuleni, sekarang disebut mercerizing. Setelah diloyor, mori dikanji dengan kadar kanji tertentu lalu dijemur. Setelah kain kering kemudian di kemplong.

2. Nyorek (membuat pola), yaitu memindahkan pola batik dari kertas yang bergambar pola batiknya ke kain mori yang sudah diloyor menggunakan meja pola dan pinsil, kemudian dibatik.

3. Membatik. Hal ini dilakukan dengan menorehkan lilin batik memakai canting dan mengikuti gambar-gambar pola mori yang sudah dicorek, dimulai dengan membatik klowong atau nglowong dan isen-isen. Setelah itu proses selanjutnya adalah nembok (menutup bagian pola yang akan tetap berwarna putih).

4. Tahap selanjutnya dari proses pedalaman ini adalah medel, yaitu menyelupkan lain yang sudah selesai dibatik ke dalam larutan nila untuk mendapatkan warna birru tua. Setelah kain batikan dimasukkan ke dalan larutan nila, selanjutnya diangin-anginkan agar diperoleh warna biri tua pada bagian-bagian kain yang tidak tertutup lilin batik. Pekerjaan ini diulang berkali-kali hingga diperoleh kedalaman warna biru yang dikehendaki.

5. Ngerok dan nggirah. Pekerjaan ini adalah menghilangkan lilin klowong atau bagian pola yang akan diberi warna coklat serta isen-isen pola. Caranya adalah menghilangkan lilin batik pada bagian-bagian tersebut dengan menggunakan alat sederhana berupa lempengan logam tipis yang disebut “kerok”, setelah itu dilanjutkan dengan mencuci kainnya atau nggirah.

6. Apabila kain yang sudah dikerok dan dicuci tersebut kering, maka bagian-bagian yang akan tetap berwarna biru dan bagian isen pola yang berupa cecek atau titik, ditutup dengan lilin biron. Pekerjan ini disebut mbironi.

7. Pencelupan kedua adalah pencelupan untum memperoleh warna coklat atau soga. Pada masa lampau warna ini diperoleh dari ekstraksi kayu-kayu soga, baik yang berupa kulit kayu (tingi dan jambal) maupun yang berupa kayu (tegeran). Pertama-tama kain yang sudah dibironi dicelup ke dalam larutan soga. Penyogaan ini dikerjakan berulang kali sehingga memakan waktu yang sangat lama.

Untuk pencelupan berikutnya, kain harus sudah kering dari pencelupan sebelumnya dan pengeringan dilakukan di tempat yang teduh, tidak secara langsung terkena sinar matahari. Untuk kain yang belum selesai proses penyogaannya maka penyimpanannya dilakukan dengan ditumpuk dalam keadaan basah, untuk dicelup pada keesokan harinya setelah terlebih dahulu dikeringkan di tempat yang teduh.

8.Tahap terakhir dari proses pendalaman adalah menghilangkan semua lilin yang menempel pada bahan, disebut nglorod, yaitu dengan mamasukkan kain yang sudah cukup tua warna soganya ke dalam air mendidih, hingga akhirnya diperoleh batik Sogan. Tahap ini juga disebut 'mbabar’. Batik sogan ini terdapat pada batik-batik yang termasuk jenis batik Keraton.

Proses Pesisiran

Proses yang kedua yaitu pesisiran banyak diterapkan oleh para pengrajin batik setelah masuknya bahan pewarna sintesis dan banyak dilakukan di daerah Pekalongan serta sentra-sentra Batik di sepanjang Pantai utara Pulau Jawa (karena Pesisir). Karenanya proses ini disebut Proses Pesisiran. Selain memanfaatkan kemudahan pencelupan dengan bahan pewarna sintesis, batik yang dihasilkan melalui proses ini juga menerapkan beragam warna. Proses Pesisiran meliputi beberapa tahap :

1. Tahap pertama dari proses ini adalah nyorek, seperti halnya pada Proses Pedalaman.

2. Membatik sampai dengan menembok. Tahap ini dimaksudkan untuk menutup bagian pola yang akan diberi warna soga dan bagian yang akan tetap berwarna putih.

3. Kain yang telah selesai di batik kemudian di celup ke dalam larutan pewarna untuk memberi warna pada dasar polanya. Pekerjaan ini disebut ndasari.

4. Kain yang sudah diberi warna dasaran, agar warna dasarannya tidak terkena warna wedelan pada kain berikutnya, maka dilakukan penutupan pada bagian dasar pola yang telah berwarna itu dengan lilin batik.

5. Selesai menutup bagian dasaran pola yang telah diberi warna dasar, maka kain diwedel atau diberi warna hitam untuk mendapatkan warna biru tau pada bagian pola-pola tertentu.

6. Ngolorod. Tahap ini dimaksudkan untuk menghilangkan semua lilin, supaya lilin yang menutupi bagian yang akan diberi warna soga menjadi terbuka, dengan memasukkan kain-kain yang sudah didasari ke dalam air mendidih.

7. Setelah dilorod, dilakukan tahap menutup lagi, tetapi kali ini yang ditutup adalah bagian-bagian dasaran pola, bagian tembokan, wedelan dan cecek, sehingga bagian yang tersisa dan terbuka hanyalah bagian klowongannya saja atau bagian yang akan diberi warna soga. Pekerjaan ini disebut ngesik. Pada bagian klowongan diberi cecek-cecek untuk mendapatkan titik-titik putih pada garis soga. Pekerjaan ini disebut nggranit.

8. Nyoga. Kain yang sudah selesai di keresik dan di granit kemudian di soga. Pada proses pesisiran, tahap ini tidak terbatas hanya mengambil warna cokelat, tetapi seringkali juga warna cokelat kekuningan, cokelat kehijauan atau bahkan kuning saja, yaitu memberi warna pada bagian-bagian pola yang akan diberi warna soga

9. Tahap terakhir adalah nglorod yaitu memasukkan kain yang telah selesai di soga ke dalam air mendidih untuk menghilangkan semua lilin yang menempel sehingga akan diperoleh kain yang menampilkan beragam warna.

Perkembangan Batik di Indonesia

Siapa yang tidak mengenal batik saat ini? Kini batik bukan lagi sebuah pakaian kehormatan yang dikenakan oleh Raja saja, namun kini batik dapat dikenakan semua orang dalam berbagai situasi dan kondisi. Sudah cukup banyak desainer yang membuat batik dalam berbagai macam bentuk. Kain batik kini dibentuk sedemikian rupa hingga timbulah kreasi batik tanpa batas.

Ada baju tidur batik, baju pesta, tas batik hingga sandal batik. Modifikasi batik tanpa batas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia ini tentu saja sebagai bentuk kebanggaan atas pengakuan dunia terhadap batik sebagai salah satu Warisan Budaya Indonesia. Kebangaan Indonesia sebagai pemegang Warisan Budaya Batik ternyata memunculkan jenis batik baru dalam beberapa daerah yang semula bukan daerah pengusung batik, seperti Batik gonggong Tanjung Pinang hingga Batik Papua. Hal ini membuat batik kini memiliki macam jenis lain selain batik-batik yang sudah dikenal oleh masyarakat pada umumnya.

 

Komentar