Candi Ijo di Sleman, Bangunan Bersejarah Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Murianews
Rabu, 21 Desember 2022 15:02:40
Terdapat banyak candi yang ada di Indonesia. Termasuk di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Satu yang paling dikenal hingga mancanegara adalah
Candi Prambanan. Selain itu, ada juga beberapa candi lainnya yang menyimpan jejak sejarah masa lalu.
Baca juga: Mengunjungi Candi Barong di Jogja, Menelisik Sejarah hingga Berburu Sunset MenawanSalah satu candi yang masih bisa dilihat adalah Candi Ijo. Secara administratif Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Rabu (21/12/2022), kompleks Candi Ijo merupakan percandian yang berada di atas perbukitan. Situs Candi Ijo berupa lahan berteras-teras yang dikelilingi tebing.
Kompleks Candi Ijo terdiri atas 17 struktur bangunan yang tersebar pada 11 teras. Teras paling atas merupakan teras yang paling suci. Pada teras ini terdapat Candi Induk berukuran 18,43 x 18,45 meter, dan tinggi 16 meter.
Di dalam biliknya ada lingga-yoni, melambangkan Dewa Siwa menyatu dengan Dewi Parwati. Pada dinding luarnya candi induk terdapat relung-relung berisi arca Agastya, arca Ganesa, dan arca Durga.
Di depan candi induk ada tiga buah candi perwara. Ketiga candi perwara ini menghadap ke timur. Candi perwara selatan berukuran 5, 19 x 5, 17 meter, dengan tinggi 6,62 meter.
Di dalam bilik candi perwara selatan terdapat yoni dan patmasana (meja batu). Candi perwara tengah ukurannya 6,3 x 5,15 meter, tinggi 6,5 meter. Di dalam biliknya terdapat arca Nandi dan padmasana. Candi perwara utara berdimensi 5,11 x 5, 11 meter, dengan tinggi 6,3 meter. Di dalamnya biliknya terdapat sumuran.
Di samping candi induk dan tiga buah candi perwara, di teras paling atas juga ditemukan delapan buah lingga patok yang berada pada masing-masing arah mata angin. Struktur bangunan lain yang berada di kompleks percandian Ijo antara lain berada di teras kesembilan, berupa sisa-sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Di teras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan serta ditemukan dua buah prasasti batu.
Pada teras kelima terdapat satu buah candi dan dua buah batur, sedangkan pada teras keempat dan teras pertama, masing-masing terdapat satu buah candi. Pada teras kedua, ketiga, keenam, ketujuh, dan kesepuluh tidak ditemukan adanya bangunan.
Berdasarkan temuan arca-arca di Candi Ijo, dapat disimpulkan bahwa candi ini berlatar belakang agama Hindu. Berdasarkan data epigrafi, Candi Ijo diperkirakan dibangun sekitar 850-900 Masehi.Apabila tahun pendirian Candi Ijo dihubungkan dengan masa pemerintahan raja yang berkuasa pada saat itu, maka diperkirakan Candi Ijo dibangun pada masa raja yang berkuasa antara tahun 850-900 Masehi yaitu Rakai Pikatan dan Rakai Kayuwangi (prasasti dari Raja Balitung) dari kerajaan Mataram Kuno.Candi Ijo merupakan bangunan pemujaan peninggalan dari masa klasik Jawa Tengah atau zaman Hindu-Buddha. Candi ini pertama kali ditemukan oleh H.E. Dorrepaal pada 1886.Setelah H.E. Dorrepaal, orang asing berikutnya yang meneliti Candi Ijo adalah C.A. Rosemeir. Ia menemukan tiga buah arca batu serta lingga-yoni di bilik candi induk. Ketiga arca batu tersebut adalah arca Ganesa, arca Siwa, dan sebuah arca tanpa kepala bertangan empat yang satu di antaranya membawa cakra. Tokoh lainnya yaitu H.L. Heidjie Melville yang telah berhasil membuat gambar tata letak bangunan Candi Ijo.Pada penggalian yang dilakukan di sumuran candi induk, ditemukan lembaran emas bertulis, cincin emas, batu merjan, dan sejenis biji-bijian. Lembaran emas bertulis tersebut berhasil dibaca oleh Y.G. de Casparis berbunyi ”Pandu Rangga Bhasmaja”.Pada salah satu prasasti yang ditemukan di atas dinding pintu masuk candi (candi F) terdapat tulisan Guywan, oleh Soekarto dibaca Bhuyutan yang berarti pertapaan. Prasasti batu yang lain berisi 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwwawinasa. Prasasti-prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi ditinjau dari ilmu paleografis, diperkirakan berasal dari abad 8-9 Masehi.Penelitian terhadap Candi Ijo dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui Dinas Purbakala mulai 1958. Pemugarannya dimulai dengan sasaran candi induk yang selesai pada 1997, dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1998 penelitian difokuskan pada tiga buah candi perwara. Pemugarannya berlangsung tahun 2000 hingga 2003.Upaya pelestarian Candi Ijo terus berlanjut dengan memugar pagar teras XI pada 2005 hingga 2009. Kemudian pemugaran Candi K dan Batur L tahun 2011, pemugaran Candi F tahun 2015, pemugaran talud teras XI tahun 2012, 2013, 2016, dan 2019, dan pemugaran pagar teras VIII pada 2017. Pemugaran beberapa struktur di kompleks Candi Ijo terus berlanjut sampai sekarang mengingat masih banyaknya temuan struktur yang masih dalam kondisi runtuh. Penulis: Dani AgusEditor: Dani AgusSumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Murianews, Sleman – Ada banyak bangunan bersejarah peninggalan masa lalu yang usianya sudah ribuan tahun. Salah satu bangunan yang masih bisa disaksikan saat ini adalah berupa candi.
Terdapat banyak candi yang ada di Indonesia. Termasuk di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Satu yang paling dikenal hingga mancanegara adalah
Candi Prambanan. Selain itu, ada juga beberapa candi lainnya yang menyimpan jejak sejarah masa lalu.
Baca juga: Mengunjungi Candi Barong di Jogja, Menelisik Sejarah hingga Berburu Sunset Menawan
Salah satu candi yang masih bisa dilihat adalah Candi Ijo. Secara administratif Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Rabu (21/12/2022), kompleks Candi Ijo merupakan percandian yang berada di atas perbukitan. Situs Candi Ijo berupa lahan berteras-teras yang dikelilingi tebing.
Kompleks Candi Ijo terdiri atas 17 struktur bangunan yang tersebar pada 11 teras. Teras paling atas merupakan teras yang paling suci. Pada teras ini terdapat Candi Induk berukuran 18,43 x 18,45 meter, dan tinggi 16 meter.
Di dalam biliknya ada lingga-yoni, melambangkan Dewa Siwa menyatu dengan Dewi Parwati. Pada dinding luarnya candi induk terdapat relung-relung berisi arca Agastya, arca Ganesa, dan arca Durga.
Di depan candi induk ada tiga buah candi perwara. Ketiga candi perwara ini menghadap ke timur. Candi perwara selatan berukuran 5, 19 x 5, 17 meter, dengan tinggi 6,62 meter.
Di dalam bilik candi perwara selatan terdapat yoni dan patmasana (meja batu). Candi perwara tengah ukurannya 6,3 x 5,15 meter, tinggi 6,5 meter. Di dalam biliknya terdapat arca Nandi dan padmasana. Candi perwara utara berdimensi 5,11 x 5, 11 meter, dengan tinggi 6,3 meter. Di dalamnya biliknya terdapat sumuran.
Di samping candi induk dan tiga buah candi perwara, di teras paling atas juga ditemukan delapan buah lingga patok yang berada pada masing-masing arah mata angin. Struktur bangunan lain yang berada di kompleks percandian Ijo antara lain berada di teras kesembilan, berupa sisa-sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Di teras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan serta ditemukan dua buah prasasti batu.
Pada teras kelima terdapat satu buah candi dan dua buah batur, sedangkan pada teras keempat dan teras pertama, masing-masing terdapat satu buah candi. Pada teras kedua, ketiga, keenam, ketujuh, dan kesepuluh tidak ditemukan adanya bangunan.
Berdasarkan temuan arca-arca di Candi Ijo, dapat disimpulkan bahwa candi ini berlatar belakang agama Hindu. Berdasarkan data epigrafi, Candi Ijo diperkirakan dibangun sekitar 850-900 Masehi.
Apabila tahun pendirian Candi Ijo dihubungkan dengan masa pemerintahan raja yang berkuasa pada saat itu, maka diperkirakan Candi Ijo dibangun pada masa raja yang berkuasa antara tahun 850-900 Masehi yaitu Rakai Pikatan dan Rakai Kayuwangi (prasasti dari Raja Balitung) dari kerajaan Mataram Kuno.
Candi Ijo merupakan bangunan pemujaan peninggalan dari masa klasik Jawa Tengah atau zaman Hindu-Buddha. Candi ini pertama kali ditemukan oleh H.E. Dorrepaal pada 1886.
Setelah H.E. Dorrepaal, orang asing berikutnya yang meneliti Candi Ijo adalah C.A. Rosemeir. Ia menemukan tiga buah arca batu serta lingga-yoni di bilik candi induk. Ketiga arca batu tersebut adalah arca Ganesa, arca Siwa, dan sebuah arca tanpa kepala bertangan empat yang satu di antaranya membawa cakra. Tokoh lainnya yaitu H.L. Heidjie Melville yang telah berhasil membuat gambar tata letak bangunan Candi Ijo.
Pada penggalian yang dilakukan di sumuran candi induk, ditemukan lembaran emas bertulis, cincin emas, batu merjan, dan sejenis biji-bijian. Lembaran emas bertulis tersebut berhasil dibaca oleh Y.G. de Casparis berbunyi ”Pandu Rangga Bhasmaja”.
Pada salah satu prasasti yang ditemukan di atas dinding pintu masuk candi (candi F) terdapat tulisan Guywan, oleh Soekarto dibaca Bhuyutan yang berarti pertapaan. Prasasti batu yang lain berisi 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwwawinasa. Prasasti-prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi ditinjau dari ilmu paleografis, diperkirakan berasal dari abad 8-9 Masehi.
Penelitian terhadap Candi Ijo dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui Dinas Purbakala mulai 1958. Pemugarannya dimulai dengan sasaran candi induk yang selesai pada 1997, dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1998 penelitian difokuskan pada tiga buah candi perwara. Pemugarannya berlangsung tahun 2000 hingga 2003.
Upaya pelestarian Candi Ijo terus berlanjut dengan memugar pagar teras XI pada 2005 hingga 2009. Kemudian pemugaran Candi K dan Batur L tahun 2011, pemugaran Candi F tahun 2015, pemugaran talud teras XI tahun 2012, 2013, 2016, dan 2019, dan pemugaran pagar teras VIII pada 2017. Pemugaran beberapa struktur di kompleks Candi Ijo terus berlanjut sampai sekarang mengingat masih banyaknya temuan struktur yang masih dalam kondisi runtuh.
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id