Murianews, Kudus – Dunia industri rokok, mengenal Nitisemito sebagai bapak kretek Indonesia. Ya, dia adalah salah satu pelopor industri rokok kretek di Indonesia.
Namanya yang masyhur, membuatnya diabadikan menjadi nama sebuah jalan. Yakni di sepanjang jalan dari simpang Ploso hingga pertigaan Pengkol Kudus.
Nitisemito, merupakan penguasaha asal Kabupaten Kudus. Ia lahir di Kabupaten Kudus pada 1853 silam.
Nitisemito diketahui merupakan putra dari pasangan Sulaiman, seorang Kepala Desa Jagalan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus dan Markanah. Ia lahir dengan nama Roesdi.
Educator Museum Kretek Kudus, Novi Nurhayati menceritakan, perjalanan Nitisemito sebagai pengusaha kretek di Kudus memiliki perjalanan yang panjang dan tidak mudah.
Di masa mudanya, pernah merantau ke Malang, Jawa Timur pada abad ke-19. Kala itu, perjalanan hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau berkuda.
”Ia adalah contoh wirausahawan yang gigih dan tidak cepat putus asa. Perjalanannya ke Malang itu menunjukkan ketekunan dan keberanian seorang Nitisemito,” katanya saat ditemui di Museum Kretak, Sabtu (24/5/2024).
Di Malang, Nitisemito mengawali karirnya menjadi buruh jahit. Di Kota Bunga ini ia kemudian sukses menjadi pengusaha di bidang konveksi di usia 17 tahun.
Namun, tak lama setelahnya, Nitisemito memilih meninggalkan usahanya karena persaingan bisnis konveksi yang sangat tinggi. Ia memutuskan kembali ke tanah kelahirannya, Kabupaten Kudus, sekitar tahun 1880-an.
Sekembalinya ke Kudus, Nitisemito mencoba berbagai usaha, mulai menjual minyak kelapa untuk penerangan, berjualan kerbau, hingga menjadi kusir delman.
Saat menjadi kusir delman, Nitisemito nyambi berjualan tembakau. Di saat itulah beliau menemukan jodohnya, yaitu Nasilah, seorang penjual rokok kretek asal Singocandi, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.
Bersama istrinya itulah, Nitisemito kemudian mengembangkan usaha rokok kretek tersebut. Dengan telaten, ia membuat lintingan kretek yang kemudian dijual.
”Kunci kesuksesan Nitisemito adalah kemampuannya menerima kritik dan saran dari orang lain, yang dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas produknya,” kata Novi.
Ketika mencapai usia 50-an, Nitisemito berada di puncak kejayaannya. Ia pun berhasil mempekerjakan 15.000 orang dan menjadi pemilik pabrik kretek terbesar di Indonesia pada zamannya.
Bahkan, Nitisemito mendapatkan gelar De Kretek Konning yang berarti Raja Kretek dari Ratu Belanda saat itu, Ratu Wilhelmina. Penghargaan itu diberikan atas kontribusinya di bidang industri kretek.
Novi mengungkapkan satu hal menarik dari Nitisemito dalam menjalankan usahanya. Ia menyebut, Nitisemito tak mau berutang untuk mengembangkan bisnisnya, melainkan memanfaatkan laba penjualan untuk modal tambahan.
Nitisemito juga menggunakan teknik pemasaran yang tak lazim pada zamannya. Salah satunya menyewa pesawat Fokker untuk menyebarkan brosur produknya.
Dengan perjalanan yang berliku-liku namun penuh inspirasi, Nitisemito merupakan contoh nyata kegigihan dan kesuksesan seorang wirausahawan kretek yang patut diapresiasi.
Penulis: Nila Khilma Amalia (Mahasiswa Magang UMK)
Editor: Zulkifli Fahmi



