Mochtar HS, Mantan Bupati Kudus yang Diberi Rumah oleh Rakyat
Vega Ma'arijil Ula
Jumat, 19 Agustus 2022 16:19:30
MURIANEWS, Kudus – Mochtar Harjo Soewignyo atau Mochtar HS tercatat sebagai Bupati ke-19 Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Saat pensiun, ia mendapat hadiah sebuah rumah dari rakyat Kudus.
Kado ini diberikan lantaran Mochtar HS dianggap sebagai sosok yang peduli dengan rakyat selama menjadi bupati.
Mochtar HS lahir Sumenep, 15 Mei 1909. Ia menjabat sebagai bupati Kudus hanya selama satu tahun, yakni di tahun 1966.
Pada saat itu, belum ada pemilihan bupati secara langsung. Melainkan dilakukan penunjukan langsung oleh pemerintah pusat.
”Bapak hanya menjabat satu tahun karena saat itu merupakan masa transisi. Di Kudus saat itu terjadi kekosongan tidak ada pemimpin bupati. Bapak ditawari mau di Kudus atau Pekalongan, akhirnya bapak pilih Kudus," kata anak kelima Mochtar yang bernama Min Afiatun, Jumat (19/8/2022).
[caption id="attachment_309776" align="alignleft" width="1280"]

Anak kelima Mochtar yang bernama Min Afiatun berdoa di makam Mochtar HS. (Murianews/Vega Ma'arijil Ula)[/caption]
Hadiah rumah dari rakyat untuk Mochtar juga dimuat di Koran Sinar Harapan pada 11 Juni 1970. Dijelaskan, rumah tersebut sebagai hadiah untuk Mochtar atas kepeduliannya berjuang untuk kepentingan rakyat.
Dijelaskan juga di Sinar Harapan, pemberian hadiah rumah itu atas ide dari Kapolres Kudus saat itu yang bernama AKBP Rustamsantiko.
Rustamsantiko mengkoordinir rakyat untuk iuran dan membelikan rumah sebagai hadiah yang saat itu seharga Rp 250 ribu.
Baca: Alun-Alun Lama Kudus Ada di Sini LhoMin Afiatun menceritakan soal hadiah rumah. Menurut penjelasannya, Mochtar saat menjabat Bupati Kudus di tahun 1966 itu memang belum memiliki rumah.
”Pemerintah kemudian menawari rumah yang lokasinya yang saat ini menjadi eks Polres Kudus di Jalan Jenderal Sudirman, namun ayah menolak. Selain itu bapak juga ditawari rumah yang sekarang merupakan kawasan Hotel Poroliman. Tetapi keduanya ditolak karena tidak ada halaman yang luas dan terlalu bising karena dekat dengan jalan raya," sambungnya.
”Pemerintah kemudian menawari rumah yang lokasinya yang saat ini menjadi eks Polres Kudus di Jalan Jenderal Sudirman, namun ayah menolak. Selain itu bapak juga ditawari rumah yang sekarang merupakan kawasan Hotel Poroliman. Tetapi keduanya ditolak karena tidak ada halaman yang luas dan terlalu bising karena dekat dengan jalan raya," sambungnya.Alhasil, selama menjabat menjadi bupati, Mochtar memilih mengontrak di salah satu rumah di Desa Kaliputu. Rumah tersebut memiliki halaman yang luas.”Di rumah kontrakan di Desa Kaliputu itu halamannya luas dan bapak memang orang yang suka berkebun," ujarnya.Saat purna tugas itu, Mochtar masih mengontrak di rumah yang berada di Desa Kaliputu. Menurut Min Afiatun, ayahnya merupakan sosok yang sederhana. Selain itu memiliki sifat yang jujur.”Atas inisiatif Pak Kapolres Rustamsantiko itu, ayah saya diberi rumah yang ada di Desa Glantengan (Kecamatan Kota). Tetapi sampai akhir hayatnya ayah tetap di rumah kontrakan yang ada di Desa Kaliputu," ungkapnya.
Baca: Kisah Mbah Hasyim, Santri Pejuang Pati Dibunuh Penjajah Usai Salat AsarMin Afiatun menjelaskan, rumah pemberian rakyat yang lokasinya berada di Desa Glantengan itu tidak pernah di tempati. Sesekali ayahnya hanya melihat dari luar rumah pemberian rakyat tersebut.”Rumah pemberian di Desa Glantengan tidak pernah ditempati bapak. Biasanya bapak hanya datang melihat dari luar saja," imbuhnya.Sementara itu, cucu pertama Mochtar yang bernama Andi Budiman Mochtar mengatakan, eyang-nya tersebut wafat di Kudus. Tepatnya pada 12 April 1999.”Eyang tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Beliau juga tidak mau dimakamkan di Makam Sedomukti Kaliputu. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Sedomulyo Kaliputu. Kata beliau supaya dekat dengan rakyat," imbuhnya.https://youtu.be/s190Pux4Uv8Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha
[caption id="attachment_309774" align="alignleft" width="1280"]

Mochtar HS, Mantan Bupati Kudus. (Dokumen keluarga)[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Mochtar Harjo Soewignyo atau Mochtar HS tercatat sebagai Bupati ke-19 Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Saat pensiun, ia mendapat hadiah sebuah rumah dari rakyat Kudus.
Kado ini diberikan lantaran Mochtar HS dianggap sebagai sosok yang peduli dengan rakyat selama menjadi bupati.
Mochtar HS lahir Sumenep, 15 Mei 1909. Ia menjabat sebagai bupati Kudus hanya selama satu tahun, yakni di tahun 1966.
Pada saat itu, belum ada pemilihan bupati secara langsung. Melainkan dilakukan penunjukan langsung oleh pemerintah pusat.
”Bapak hanya menjabat satu tahun karena saat itu merupakan masa transisi. Di Kudus saat itu terjadi kekosongan tidak ada pemimpin bupati. Bapak ditawari mau di Kudus atau Pekalongan, akhirnya bapak pilih Kudus," kata anak kelima Mochtar yang bernama Min Afiatun, Jumat (19/8/2022).
[caption id="attachment_309776" align="alignleft" width="1280"]

Anak kelima Mochtar yang bernama Min Afiatun berdoa di makam Mochtar HS. (Murianews/Vega Ma'arijil Ula)[/caption]
Hadiah rumah dari rakyat untuk Mochtar juga dimuat di Koran Sinar Harapan pada 11 Juni 1970. Dijelaskan, rumah tersebut sebagai hadiah untuk Mochtar atas kepeduliannya berjuang untuk kepentingan rakyat.
Dijelaskan juga di Sinar Harapan, pemberian hadiah rumah itu atas ide dari Kapolres Kudus saat itu yang bernama AKBP Rustamsantiko.
Rustamsantiko mengkoordinir rakyat untuk iuran dan membelikan rumah sebagai hadiah yang saat itu seharga Rp 250 ribu.
Baca: Alun-Alun Lama Kudus Ada di Sini Lho
Min Afiatun menceritakan soal hadiah rumah. Menurut penjelasannya, Mochtar saat menjabat Bupati Kudus di tahun 1966 itu memang belum memiliki rumah.
”Pemerintah kemudian menawari rumah yang lokasinya yang saat ini menjadi eks Polres Kudus di Jalan Jenderal Sudirman, namun ayah menolak. Selain itu bapak juga ditawari rumah yang sekarang merupakan kawasan Hotel Poroliman. Tetapi keduanya ditolak karena tidak ada halaman yang luas dan terlalu bising karena dekat dengan jalan raya," sambungnya.
Alhasil, selama menjabat menjadi bupati, Mochtar memilih mengontrak di salah satu rumah di Desa Kaliputu. Rumah tersebut memiliki halaman yang luas.
”Di rumah kontrakan di Desa Kaliputu itu halamannya luas dan bapak memang orang yang suka berkebun," ujarnya.
Saat purna tugas itu, Mochtar masih mengontrak di rumah yang berada di Desa Kaliputu. Menurut Min Afiatun, ayahnya merupakan sosok yang sederhana. Selain itu memiliki sifat yang jujur.
”Atas inisiatif Pak Kapolres Rustamsantiko itu, ayah saya diberi rumah yang ada di Desa Glantengan (Kecamatan Kota). Tetapi sampai akhir hayatnya ayah tetap di rumah kontrakan yang ada di Desa Kaliputu," ungkapnya.
Baca: Kisah Mbah Hasyim, Santri Pejuang Pati Dibunuh Penjajah Usai Salat Asar
Min Afiatun menjelaskan, rumah pemberian rakyat yang lokasinya berada di Desa Glantengan itu tidak pernah di tempati. Sesekali ayahnya hanya melihat dari luar rumah pemberian rakyat tersebut.
”Rumah pemberian di Desa Glantengan tidak pernah ditempati bapak. Biasanya bapak hanya datang melihat dari luar saja," imbuhnya.
Sementara itu, cucu pertama Mochtar yang bernama Andi Budiman Mochtar mengatakan, eyang-nya tersebut wafat di Kudus. Tepatnya pada 12 April 1999.
”Eyang tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Beliau juga tidak mau dimakamkan di Makam Sedomukti Kaliputu. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Sedomulyo Kaliputu. Kata beliau supaya dekat dengan rakyat," imbuhnya.
https://youtu.be/s190Pux4Uv8
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Ali Muntoha