Sebagai keturunan bangsawan, Soesalit termasuk salah satu tokoh dalam perjalanan kemerdekaan RI. Sayangnya, sejak dilahirkan Soesalit tidak pernah bisa melihat ibunya, karena Kartini meninggal sehari setelah melahirkannya.
Nama Soesalit sendiri diberikan untuk putra Kartini ini untuk menggambarkan nasib malang yang dialaminya. Dalam bahasa Jawa, konon Soesalit diartikan sebagai ”Susah Nalika Alit” atau ”Susah Sejak Kecil”. Itu mengacu pada kematian Kartini setelah empat hari melahirkanya.
Meski demikian, Soesalit tetap tumbuh menjadi pria hebat di zamannya. Setelah lulus dari Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (sekolah ketrampilan tingkat menengah yang mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan), Soesalit terjun ke dunia militer.
Pada masa pendudukan Jepang Soesalit bergabung dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air). Sepanjang karier militernya ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal.
Pada masa paska kemerdekaan, saat terjadi Re-Ra (Reorganisasi - Rasionalisasi) Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) pada 1948 pangkatnya diturunkan menjadi Kolonel. Namun banyak literatur menyebut, Soesalit adalah salah satu jenderal kesayangan Presiden Soekarno.
Saat masih dinas militer Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946), Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang), pada Oktober 1946—1948.
Kemudian juga pernah menjabat sebagai Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948). Lalu perwira yang diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan.
Murianews, Kudus – RM Soesalit Djojoadhinigrat adalah putra satu-satunya pahlawan nasional RA Kartini. Dia adalah anak hasil pernikahan Kartini dengan Bupati Rembang KRM Adipati Ario Singgih Djojoadhinigrat.
Sebagai keturunan bangsawan, Soesalit termasuk salah satu tokoh dalam perjalanan kemerdekaan RI. Sayangnya, sejak dilahirkan Soesalit tidak pernah bisa melihat ibunya, karena Kartini meninggal sehari setelah melahirkannya.
Nama Soesalit sendiri diberikan untuk putra Kartini ini untuk menggambarkan nasib malang yang dialaminya. Dalam bahasa Jawa, konon Soesalit diartikan sebagai ”Susah Nalika Alit” atau ”Susah Sejak Kecil”. Itu mengacu pada kematian Kartini setelah empat hari melahirkanya.
Meski demikian, Soesalit tetap tumbuh menjadi pria hebat di zamannya. Setelah lulus dari Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (sekolah ketrampilan tingkat menengah yang mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan), Soesalit terjun ke dunia militer.
Pada masa pendudukan Jepang Soesalit bergabung dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air). Sepanjang karier militernya ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal.
Pada masa paska kemerdekaan, saat terjadi Re-Ra (Reorganisasi - Rasionalisasi) Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) pada 1948 pangkatnya diturunkan menjadi Kolonel. Namun banyak literatur menyebut, Soesalit adalah salah satu jenderal kesayangan Presiden Soekarno.
Saat masih dinas militer Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946), Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang), pada Oktober 1946—1948.
Kemudian juga pernah menjabat sebagai Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948). Lalu perwira yang diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan.
Jenderal Kiri.....
Dunia militer Indonesia sering menilai Soesalit adalah Jendral yang kekiri-kirian. Namun semuanya tidak terbukti, ketika dirinya ikut bergerilya di masa Agresi Militer Belanda ke-2.
Penilaian-penilaian itu mungkin dihubung-hubungkan dengan beberapa fakta mengenai hubungan dengan sejumlah saudaranya. Soesalit merupakan saudara se-ayah dengan Abdulmadjid Djojoadhiningrat, yang merupakan tokoh Perhimpunan Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia.
Kemudian Soesalit juga diketahui mebantu membiayai sekolah kedokteran Soetanti, keponakannya yang kelak menjadi istri D. N. Aidit. Itu karena Soesalit merupakan saudara sepupu Raden Mas Moedigdo yang merupakan ayah dari Soetanti.
Meski demikian tidak ada bukti-bukti yang mengarah bahwa Jenderal Soesalit adalah bagian dari kekuatan komunis di Indonesia. Karir militernya memang bisa dikatakan tenggelam sejak munculnya isu-isu tersebut.
Namun setelah Agresi Belanda ke-2, namanya bisa dikatakan telah berhasil direhabilitasi dari isu-isu tersebut. Selanjutnya Soesalit diketahui mengalami penyakit komplikasi dan membuatnya harus dirawat di RSPAD Jakarta.
Pada tanggal 17 Maret 1962, Soesalit meninggal dalam perawatan sakitnya. Putera Kartini ini juga hanya berputra satu hasil pernikahanya dengan Siti Loewijah, seorang puteri priyayi asal Tegal.
Dari pernikahannya dengan Siti Loewijah, Jendral Soesalit mendapatkan seorang putra Boedi Setya Soesalit. Soesalit sendiri dimakamkan di Desa Bulu, Rembang, di kompleks pemakaman RA Kartini.
Sebagai salah satu tokoh militer di Indonesia, Soesalit tetap mendapatkan penghormatan atas jasa-jasanya. Pada 21 Apri 199, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan Bintang Gerilya pada dirinya.