Jumat, 17 Januari 2025

Gedung Papak di Grobogan, Bangunan Era Belanda yang Kini Sunyi

Saiful Anwar
Senin, 22 Juli 2024 22:18:00
Gedung Papak di Grobogan, Bangunan Era Belanda yang Kini Sunyi
Penampakan Gedung Papak di Desa Geyer, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang masih kokoh, Senin (22/7/2024). (Murianews/Saiful Anwar)

Murianews, Grobogan – Gedung Papak adalah gedung kosong milik Perhutani KPH Gundih yang diyakini berusia ratusan tahun di Desa Geyer, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Letak gedung ini hanya 50 meter dari Jalan Purwodadi-Solo, melalui gang seberang SDN 2 Gundih.

Melalui gang itu pula, pengendara motor maupun mobil bisa sampai ke dekat gedung itu. Ada papan nama berwarna kuning di gerbang gedung ini.

Meski sudah berusia ratusan tahun, namun gedung itu masih tampak kokoh berdiri. Gedung itu sendiri dirawat oleh seorang penjaga bernama Sokiran (67).

Menurut Sokiran, gedung tua itu dibangun pada tahun 1919. Meski, ada pula yang menyebut dibangun pada 1818.

”Ada yang bilang berdiri 1919, tapi ada juga yang bilang 1818. Yang benar yang mana, saya kurang tahu,” katanya saat ditemui Senin (22/7/2024) siang.

Gedung tua itu, kata dia, sebenarnya merupakan rumah dinas Administratur Perhutani KPH Gundih. Namun, gedung itu dibiarkan kosong sejak 1984, atau sekitar 40 tahun lalu.

Sokiran bercerita, pada tahun itu, satu keluarga administratur meninggal karena kecelakaan. Sejak saat itulah administratur penggantinya hingga kini tak ada yang berani menempati.

”Kalau ada yang bertanya kenapa kosong, karena saat itu satu keluarga ADM (administratur) meninggal kecelakaan. Kejadian itu dikaitkan dengan kejadian masa lalu,” beber Sokiran yang tinggal tak jauh dari Gedung Papak.

Gedung Papak memang diyakini menjadi tempat “Jugun Ianfu”. Istilah itu merupakan sebutan untuk budak seks pada masa penjajahan Jepang. Para perempuan belia dipaksa melayani hasrat seksual para tentara Jepang saat masa pendudukannya di Indonesia.

Sebelum dipakai tentara Jepang, gedung itu diyakini merupakan markas besar tentara Belanda saat masa penjajahan. Gedung itu dipakai sebagai tempat penyiksaan para penduduk pribumi.

Sokiran mengatakan, gedung itu tak benar-benar kosong sejak 1984. Sebab, masih ada para pekerja Perhutani KPH Gundih yang memakainya saat siang hari.

”Sebenarnya tidak benar-benar kosong sama sekali. Kalau siang masih dipakai mandi, ganti baju, istrirahat. Tapi kalau malam memang tidak ada yang berani tidur di sana,” katanya.

Editor: Dani Agus

Komentar

Terpopuler