
Murianews, Yogyakarta – Grebeg Syawal merupakan salah satu upacara penting di Keraton Yogyakarta yang diadakan setiap tanggal 1 Syawal atau Hari Raya Idulfitri.
Tradisi ini merupakan bagian dari tiga upacara Grebeg yang digelar Keraton Yogyakarta setiap tahunnya, selain Grebeg Besar (Idulada) dan Grebeg Mulud (Maulid Nabi).
Dalam buku Dinamika Islam di Nusantara karya Ahmad Zuhdi (2022), asal-usul Grebeg diperkirakan berasal dari tradisi Jawa kuno bernama Rajawedha. Artinya, raja memberikan sedekah untuk kedamaian dan kemakmuran kerajaan.
Tradisi ini kemudian diadaptasi oleh Kerajaan Demak sebagai sarana penyebaran agama Islam, yang kemudian dilanjutkan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, termasuk Keraton Yogyakarta.
Grebeg di Keraton Yogyakarta pertama kali diadakan oleh Sultan Hamengkubuwono I. Sebelum berintegrasi dengan Republik Indonesia, Grebeg menjadi momen bagi para bupati dan pejabat untuk menghadap Sultan dan menyerahkan upeti.
Selain bernuansa Islam, Grebeg juga memiliki nuansa politik sebagai simbol kesetiaan kepada Sultan.
Rangkaian Grebeg Syawal dimulai dengan ritual penjamasan pusaka keraton di Bangsal Kencono. Pusaka-pusaka yang dimandikan, seperti Tombak Kyai Plered, Kyai Ageng Bondan, dan Kyai Ageng Joko Piturun, memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi.
Pada pagi hari Idulfitri, Sultan dan para abdi dalem berjalan kaki menuju Masjid Agung Yogyakarta untuk melaksanakan salat Idulfitri. Setelah salat, Sultan kembali ke keraton yang diikuti oleh arak-arakan abdi dalem dan prajurit.
Gunungan...
- 1
- 2