Kamis, 20 November 2025

Akibat tulisan ini dia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai ”Tiga Serangkai”. Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, ”kantor berita Indonesia”. Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah ”Indonesia”, yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia James Richardson Logan.

Di sinilah dia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian dia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang berencana untuk didirikannya.[butuh rujukan]Pada 3 Juli 1922, dia akhirnya mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta.

Saat dia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, dia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Dia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya dia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. (”di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Tanggal 17 Agustus 1946 ditetapkan sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertoyudan Magelang, oleh P.J.M. Presiden Republik Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Indonesia yaitu Soekarno, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama. Pengangkatannya pada tahun 1956. Lalu, pada tanggal 19 Desember 1956, dia juga mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada.

Ki Hadjar Dewantara juga diditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal 2 Mei yang merupakan hari kelahirannya, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ketetapan hari tersebut disahkan dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959 bersamaan dengan penetapannya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Surat keputusan tersebut diterbitkan tanggal 28 November 1959.

Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Kota Yogyakarta pada 26 April 1959. Lokasi wafatnya di Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Jenazahnya kemudian disimpan di Pendapa Agung Taman Siswa untuk kemudian dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada tanggal 29 April 1959. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Soeharto yang bertindak sebagai inspektur upacara.

Komentar

Terpopuler