Kiai Subkan menjelaskan, Suryo Kusumo kemudian dianggap Wali Allah setelah Mbah Sanusi, seorang umala dari wilayah Jekulo menyatakan itu.
Makam Mbah Suryo Kusumo ditemukan diantara tumpukan batu putih, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai ’’Makam Boto Putih’’.
Di sebelah barat makam Mbah Suryo Kusumo terdapat makam Mbah Sayid Ahmad Bafaqih, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Mbah Suryo Kusumo.
Setiap Syaban, banyak peziarah ke makam boto putih terutama dari Cirebon. Hubungan kekerabatan Mbah Suryo kusumo dengan kerabatnya di Pesarean Tegalarum, Cirebon, menjadikan ziarah ini sebagai salah satu momen yang penting.
Murianews, Kudus – Kabupaten Kudus, Jawa Tengah memiliki 123 desa dan 9 kelurahan. Setiap desa memiliki sejarahnya masing-masing, tek terkecuali Desa Mejobo, Kecamatan Mejobo.
Desa ini terletak pinggir wilayah Kota, Kabupaten Kudus. Tepatnya, di sisi timur Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Desa Mejobo menjadi pusat perekonomian dari Kecamatan Mejobo. Di sana terdapat perindustrian dan Pasar Brayung yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Kondisi itu tak lepas dari tokoh besar Suryo Kusumo yang membesarkan wilayah tersebut. Ia merupakan keturunan dari Kerajaan Mataram Yogyakarta.
Ketua Pengurus Makam Suryo Kusumo mengatakan, setelah memutuskan masuk Islam, Suryo Kusumo kemudian menetap di Desa Mejobo.
Di desa itu, ia kemudian menyebarkan agama Islam dan membuatnya dihormati masyarakat. Akhirnya, ia pun diangkat menjadi kepala desa atau Ki Demang.
Karena Suryo Kusumo masih trah Kerajaan Mataram, wilayah yang menjadi tempat tinggalnya pun terbebas dari pajak atau disebut tanah perdikan atau merdikan yang artinya bebas.
’’Mbayar pajak kejaba tanah iki, artinya selain daerah ini tetap membayar pajak,’’ jelas Kiai Subkan.
Ungkapan Kejaba Inilah...
Ungkapan Kejaba inilah yang kemudian berkembang menjadi Nggejobo dan lambat laun berubah jadi Mejobo. Status tanah perdikan membuat Desa Mejobo menjadi daerah istimewa.
Namun, setelah Suryo Kusumo meninggal dunia, Desa Mejobo tak lagi menjadi daerah istimewa. Wilayah itu pun kembali membayar pajak seperti desa lainnya.
Kiai Subkan menjelaskan, Suryo Kusumo kemudian dianggap Wali Allah setelah Mbah Sanusi, seorang umala dari wilayah Jekulo menyatakan itu.
Makam Mbah Suryo Kusumo ditemukan diantara tumpukan batu putih, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai ’’Makam Boto Putih’’.
Di sebelah barat makam Mbah Suryo Kusumo terdapat makam Mbah Sayid Ahmad Bafaqih, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Mbah Suryo Kusumo.
Makam Mbah Suryo Kusumo di Desa Mejobo, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus. (Murianews/Tia Dwi Octafiani)
Setiap Syaban, banyak peziarah ke makam boto putih terutama dari Cirebon. Hubungan kekerabatan Mbah Suryo kusumo dengan kerabatnya di Pesarean Tegalarum, Cirebon, menjadikan ziarah ini sebagai salah satu momen yang penting.
Haul dan Buka Luwur...
Saat perayaan haul Mbah suryo kusumo, digelar kirab budaya yang diikuti masyarakat Desa Kirig dan Desa Mejobo. Karena sesepuh Kiai Haji Said yang berasal dari Desa Kirig masih ada hubungan kekerabatan dengan Mbah Suryo Kusumo.
’’Hasil bumi yang berbentuk kerucut diarak keliling desa, lalu dibagikan ke masyarakat di halaman utama Makam Boto Putih,’’ ucap Kiai Subkan.
Melansir dari laman resmi Desa Mejobo, setiap 12-16 Maulud, Pemerintah Desa Mejobo dan masyarakat setempat mengadakan Buka Luwur dan memperingati Haul Mbah Eyang Suryo Kusumo.
Di acara itu, dilakukan Kirab Budaya berkeliling Kanpung sambil mengiring Gunungan Hasil Bumi dan Nasi Tiwul, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Kegiatan itu sekaligus untuk memberikan penghargaan dan menghormati perjuangan dan peninggalan ilmu, Budaya, Sejarah Mbah Eyang Suryo Kusumo sebagai cikal bakal pendiri Desa Mejobo.
Jejak Suryo Kusumo tidak hanya menjadi sejarah, tetapi juga warisan spiritual dan budaya masih tetap lestari di Desa Mejobo.
Editor: Zulkifli Fahmi
Penulis: Tia Dwi Octafiani (mahasiswa magang PBSI UMK)