Tragedi Kelam 1980 Sisakan Luka Warga Tionghoa di Grobogan
Saiful Anwar
Senin, 28 Agustus 2023 09:35:00
Murianews, Grobogan – Tragedi kelam pada 1980 silam masih menyimpan luka trauma bagi warga keturunan Cina atau Tionghoa di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Peristiwa yang disebut dengan Kerusuhan Rasial Jawa Tengah 1980 merupakan rentetan kejadian dari masalah sepele di Solo. Namun, peristiwa itu merembet di sejumlah daerah Jawa Tengah seperti di Kota Semarang, Boyolali, hingga Kabupaten Grobogan.
Handoko (72), warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan masih menyimpan memori kelam yang pecah pada November 1980 itu.
Sosok yang akrab disapa Mbah Han itu menyebut, kebencian warga pribumi terhadap etnis Tionghoa memuncak saat itu.
’’Kami tidak bisa memungkiri, kebencian orang-orang pribumi terhadap orang Cina itu dulu demikian memuncak. Sekarang sudah agak turun, tapi rasa tidak suka itu masih ada,’’ katanya saat ditemui di rumahnya, Sabtu (26/8/2023).
Mbah Han yang sehari-hari bekerja sebagai fotografer itu menceritakan, pada saat kerusuhan di Solo terjadi, warga keturunan Cina di Purwodadi sudah panik dan ketakutan. Sebab, kabar yang beredar, warga keturunan di daerah sekitar Solo juga menjadi sasaran amuk massa.
’’Orang-orang keturunan sudah takut, apalagi kabarnya sudah sampai Monggot (Geyer), sudah sampai mana, selalu diikuti kabarnya,’’ ucap Mbah Han.
Mbah Han bercerita, banyak temannya, warga yang disebutnya pribumi mendatangi rumahnya dengan niat membentengi rumahnya agar tidak menjadi sasaran massa. Mbah Han sebenarnya menolaknya, tapi teman-temannya memaksa.
’’Saya menyuruh teman-teman saya pulang, karena kenyatannya saya orang (keturunan) Cina. Tapi mereka tetap di rumah saya sampai pukul 21.00 WIB,’’ katanya.
Keesokan harinya, apa yang ditakutkan benar-benar terjadi. Ratusan orang, mungkin mencapai ribuan berkumpul di Alun-Alun Purwodadi. Menurut Mbah Han, ada kemungkinan sebagian massa berasal dari Solo yang memang memprovokasi.
Massa kemudian bergerak merusak rumah orang-orang yang dianggap keturunan Cina. Puluhan, bahkan mungkin ratusan rumah orang-orang keturunan Cina dirusak. Namun, hanya satu rumah yang dibakar.
‘’Semua rumah (orang keturunan Cina) yang ada kacanya pasti pecah. Yang dibakar satu rumah, di utara sungai Lusi rumahnya. Masuknya Kecamatan Grobogan kalau tidak salah. Orangnya memang termasuk kaya, tapi orangnya baik dengan sekitar,’’ terang Mbah Han.
Meski banyak rumah warga keturunan menjadi sasaran, namun rumah-rumah di Jalan Kolonel Sugiono tidak ada yang menjadi korban amuk massa. Menurut Mbah Han, gang tersebut seperti mendapat pengecualian.
’’Khusus di gang ini, tidak ada yang dirusak. Tapi saya melihat sendiri rumah-rumah yang lain banyak yang dilempari batu, karena saya waktu itu tetap keluar rumah meskipun sudah dilarang,’’ kenangnya.
Mbah Han memastikan, gang rumahnya menjadi pengecualian bukan karena dirinya dekat dengan Bupati Grobogan ketika itu, yakni Soegiri maupun anaknya. Namun, dia tidak mau menyebutkan alasannya secara detail.
Yang membuat ia heran, saat peristiwa itu terjadi, tidak ada satu pun pejabat maupun aparat melakukan upaya pencegahan perusakan rumah-rumah tersebut.
’’Yang saya heran, tidak ada pejabat atau aparat yang mencegah 'jangan dilempari batu' atau bagaimana. Tidak ada,’’ katanya.
Namun begitu, kerusuhan itu berakhir ketika pada sore harinya terdapat kendaraan panser disiagakan di wilayah Purwodadi. Kerusuhan pun mereda.
’’Ada panser di sebuah perempatan di Purwodadi. Kemudian sudah tidak ada lagi yang dirusak,’’ ungkapnya.
Tragedi sentimental pada etnis Cina sebenarnya kembali terjadi pada 1998. Meski terjadi di sejumlah kota besar seperti Solo dan Semarang, Mbah Han menyebut peristiwa itu tak muncul di Purwodadi.
Namun, banyak saudara-saudaranya sesama etnis Tionghoa di Jakarta diserang, bahkan menjadi korban pemerkosaan.
’’Tahun 1998 tidak ada kejadian di Purwodadi. Tapi banyak saudara-saudara saya di Jakarta diserang, diperkosa, itu tidak bisa dipungkiri,’’ ucapnya.
Editor: Zulkifli Fahmi



