Kamis, 20 November 2025

Murianews, Batang – Kabupaten Batang, Jawa Tengah tak lepas dari Alas Roban. Selain masuk ke dalam wilayahnya, penamaan Kabupaten Batang juga tak jauh dari peristiwa di Alas Roban.

Menurut legenda, kata Batang berasal dari dua kata, yakni Ngembat dan Watang. Ngembat Watang ini berarti mengangkat batang kayu.

Dalam laman resmi Pemkab Batang, legenda ini diperkirakan terjadi pada 1613 lalu. Di mana, saat itu Mataram era Pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo sedang melakukan persiapan penyerangan ke Batavia.

Kala itu, Mataram membutuhkan pasokan perbekalan untuk menyerang Batavia. Sultan Agung pun memerintahkan untuk membuka lahan di Alas Roban.

Pembukaan lahan itu digunakan untuk pertanian. Dalam proses babat alas itu, Mataram menemui sejumlah hambatan. Akibat babat alas, pasukan Mataram banyak mendapat gangguan jin, setan dan siluman penunggu Alas Roban yang dipimpin Raja Dadungawuk.

Sultan Agung kemudian memerintahkan Ki Ageng Bahurekso untuk membantu proses babat alas itu. Berkat kesaktiannya, Raja Dadungawuk berhasil dikalahkan. Gangguan yang menghampiri para prajurit Mataram pun sirna meski dengan syarat para siluman itu harus mendapatkan bagian dari hasil panen tersebut.

Akhirnya, sisi barat Alas Roban berhasil ditebang seluruhnya. Untuk mengairi persawahan itu, Mataram kemudian membuat bendungan di Lojahan yang sekarang bernama Sungai Kramat.

Dalam prosesnya, para prajurit Mataram kembali mendapat hambatan dari Raja Siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Gangguan itu membuat bendungan selalu jebol dirusak anak buah Kolo Dribikso.

Ki Ageng Bahurekso kembali turun tangan dan menyerang semua anak buah Kolo Dribikso di kedung sungai tersebut. Akibatnya air kedung itu menjadi merah kehitaman atau gowok (Bahasa Jawa). Peristiwa ini pun menjadi cikal bakal penamaan Kedung Sigowok di Batang.

Melihat anak buahnya kalah, Kolo Dribikso pun marah dan menyerang Ki Ageng Bahurekso dengan pedang Swedang. Karena kalah, Ki Ageng Bahurekso mendapatkan nasehat dari ayahnya, Ki Ageng Cempaluk.

Bahureksa disuruh masuk ke dalam Keputren kerajaan Uling, untuk merayu adik sang raja yang bernama Dribusowati, seorang putri siluman yang cantik.

Rayuan Bahureksa berhasil. Dribusawati mau mencurikan pedang pusaka milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya. Dengan pedang Swedang ditangan, dengan mudah Kolo Dribikso dikalahkan.

Gangguan dari makhluk halus pun berhasil di atasi. Namun, ternyata para prajurit Mataram mendapatkan hambatan lagi.

Tenyata air bendungan itu tidak selalu lancar alirannya. Kadang-kadang besar, kadang-kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu atau watang besar yang melintang menghalangi aliran air.

Para prajurit Mataram mencoba mengangkat batang kayu untuk memindahkannya, namun tak pernah berhasil. Ki Ageng Bahurekso akhirnya kembali turun tangan.

Setelah berdoa, memusatkan kekuatan dan kesaktiannya, watang besar itu dapat dengan mudah diangkat dan dengan sekali embat patahlah watang itu.

Demikianlah peristiwa ngembat watang itu terjadilah nama Batang dari kata ngem Bat wa Tang (Batang). Orang Batang sendiri sesuai dialeknya menyebut ’’Mbatang’’.

Komentar