Tak Hanya Skripsi, SKS Juga Juga Disederhanakan
Zulkifli Fahmi
Rabu, 30 Agustus 2023 08:54:00
Murianews, Jakarta – Penyederhanaan di sektor perguruan tinggi dilakukan Kemendikbudristek. Selain tak mewajibkan skripsi, penyederhanaan juga dilakukan pada sistem satuan kredit semester (SKS).
Aturan baru itu termaktub di Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang disampaikan dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).
Sebelumnya, standar proses pembelajaran dan penilaian mengatur pembagian waktu (menit) per 1 sks. Seperti, tatap muka 50 menit per minggu, penugasan terstuktur 60 menit per minggu, dan kegiatan mandiri 60 menit per minggu.
Dan penilaian mata kuliah hanya dalam angka atau huruf yang kemudian dihitung sebagai indeks prestasi atau IPK.
’’Kebijakan ini sudah tidak relevan lagi di era, di mana banyak sekali murid-murid, mahasiswa ke luar kampus mengerjakan hal-hal lain. Mereka mengerjakan project yang atau mereka mendapatkan suatu sertifikasi kompetensi di mana enggak ada tuh angka dari sertifikasi kompetensi adanya adalah ya dia menyelesaikan dia berhak mendapatkan sertifikasi kompetensi itu atau tidak jadi itu adalah logikanya untuk yang pas fail,’’ kata Mendikbud Nadiem Makarim dikutip dari YouTube Kemendikbud RI, Rabu (30/8/2023).
Aturan lama itu kemudian diubah diubah menjadi satu sks yang didefinisikan 45 jam per semester, dengan pembagian waktu ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Kemudian, mata kuliah tak hanya berbentuk indeks prestasi tapi juga dapat berbentuk lulus atau tidak lulus (pass/fail). Ini khusus mata kuliah yang berbentuk kegiatan di luar kelas (seperti kegiatan Kampus Merdeka) atau menggunakan uji kompetensi. Kemudian, lulus atau tidak lulusnya mata kuliah tidak dihitung dalam indeks prestasi/IPK.
Dampak positifnya, perguruan tinggi dapat menentukan distribusi sks yang terbaik sesuai karakteristik mata kuliah, tidak terbatas pada kegiatan belajar dalam kelas. Tidak memaksakan penilaian indeks prestasi yang kaku pada kegiatan di luar kelas atau uji kompetensi.
Di kesempatan itu Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan bentuk lulus atau tidak lulus ini memberikan fleksibilitas pada kepala program studi (prodi) untuk mengadakan berbagai macam aktivitas yang sangat sulit melakukan.
Ia mencontohkan apabila kampus melakukan program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka. Dalam program itu, mereka bermitra dengan satu industri untuk satu semester.
’’Ada pelatihan tertentu sangat merepotkan perguruan tingginya dan merepotkan industrinya untuk harus menentukan grade scale yang harus dilakukan oleh industrinya. Industrinya enggak peduli gitu guys industrinya cuman mau ini anak pass (lulus) apa tidak gitu, dia udah cukup enggak menguasai kompetensi itu atau tidak,’’ ujarnya.
Dengan pembaharuan ini, memberikan fleksibilitas kemitraaan yang tidak merepotkan kedua pihak, dosen maupun industri.
’’Jadi ini kira-kira menjadi suatu inovasi yang merendahkan beban juga. Jadi tidak memaksakan penilaian indeks prestasi. Bapak Ibu fast file itu artinya tidak masuk ke dalam IPK ya klarifikasi pastel itu artinya tidak masuk jadi dapat SKS nya tapi tidak berdampak kepada IPK,’’ imbuhnya.
Murianews, Jakarta – Penyederhanaan di sektor perguruan tinggi dilakukan Kemendikbudristek. Selain tak mewajibkan skripsi, penyederhanaan juga dilakukan pada sistem satuan kredit semester (SKS).
Aturan baru itu termaktub di Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang disampaikan dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023).
Sebelumnya, standar proses pembelajaran dan penilaian mengatur pembagian waktu (menit) per 1 sks. Seperti, tatap muka 50 menit per minggu, penugasan terstuktur 60 menit per minggu, dan kegiatan mandiri 60 menit per minggu.
Dan penilaian mata kuliah hanya dalam angka atau huruf yang kemudian dihitung sebagai indeks prestasi atau IPK.
’’Kebijakan ini sudah tidak relevan lagi di era, di mana banyak sekali murid-murid, mahasiswa ke luar kampus mengerjakan hal-hal lain. Mereka mengerjakan project yang atau mereka mendapatkan suatu sertifikasi kompetensi di mana enggak ada tuh angka dari sertifikasi kompetensi adanya adalah ya dia menyelesaikan dia berhak mendapatkan sertifikasi kompetensi itu atau tidak jadi itu adalah logikanya untuk yang pas fail,’’ kata Mendikbud Nadiem Makarim dikutip dari YouTube Kemendikbud RI, Rabu (30/8/2023).
Aturan lama itu kemudian diubah diubah menjadi satu sks yang didefinisikan 45 jam per semester, dengan pembagian waktu ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Kemudian, mata kuliah tak hanya berbentuk indeks prestasi tapi juga dapat berbentuk lulus atau tidak lulus (pass/fail). Ini khusus mata kuliah yang berbentuk kegiatan di luar kelas (seperti kegiatan Kampus Merdeka) atau menggunakan uji kompetensi. Kemudian, lulus atau tidak lulusnya mata kuliah tidak dihitung dalam indeks prestasi/IPK.
Dampak positifnya, perguruan tinggi dapat menentukan distribusi sks yang terbaik sesuai karakteristik mata kuliah, tidak terbatas pada kegiatan belajar dalam kelas. Tidak memaksakan penilaian indeks prestasi yang kaku pada kegiatan di luar kelas atau uji kompetensi.
Di kesempatan itu Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan bentuk lulus atau tidak lulus ini memberikan fleksibilitas pada kepala program studi (prodi) untuk mengadakan berbagai macam aktivitas yang sangat sulit melakukan.
Ia mencontohkan apabila kampus melakukan program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka. Dalam program itu, mereka bermitra dengan satu industri untuk satu semester.
’’Ada pelatihan tertentu sangat merepotkan perguruan tingginya dan merepotkan industrinya untuk harus menentukan grade scale yang harus dilakukan oleh industrinya. Industrinya enggak peduli gitu guys industrinya cuman mau ini anak pass (lulus) apa tidak gitu, dia udah cukup enggak menguasai kompetensi itu atau tidak,’’ ujarnya.
Dengan pembaharuan ini, memberikan fleksibilitas kemitraaan yang tidak merepotkan kedua pihak, dosen maupun industri.
’’Jadi ini kira-kira menjadi suatu inovasi yang merendahkan beban juga. Jadi tidak memaksakan penilaian indeks prestasi. Bapak Ibu fast file itu artinya tidak masuk ke dalam IPK ya klarifikasi pastel itu artinya tidak masuk jadi dapat SKS nya tapi tidak berdampak kepada IPK,’’ imbuhnya.