Buku itu merupakan sebuah ensiklopedia medis monumental yang menggabungkan pengetahuan medis dari berbagai budaya dan peradaban sebelumnya.
Salah satu teori kesehatan yang sangat terkenal dari Ibnu Sina yakni, sakitnya seseorang tak melulu disebabkan lemahnya fisik. Namun, juga disebabkan kondisi kejiwaan yang lemah.
Teori itu ditemukannya ketika menangani seorang pasien yang sakit secara fisik tetapi bukan disebabkan karena gangguan fisik melainkan kejiwaannya sedang melemah.
Pada suatu hari, Ibnu Sina dipanggil seorang pejabat tinggi sehubungan adanya seorang pangeran yang sedang terganggu jiwanya.
Gangguan itu berupa melankoli dan halusinasi yang kemudian berkembang menjadi delusi. Delusi sendiri merupakan gangguan mental.
Di mana, penderitanya tak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang imajinasi. Akibatnya, sang penderita meyakini dan bersikap sesuai dengan yang ia pikirkan.
Akibat delusi itu sang pangeran merasa dan berpikir, dirinya adalah seekor sapi. Ia tak lagi mau makan makanan sebagaimana biasa dimakan manusia.
Murianews, Kudus – Ibnu Sina dikenal sebagai bapak kedokteran dunia. Banyak karya-karya terkait kedokteran yang dituliskannya, salah satunya “Al-Qanun fil-Tibb”.
Buku itu merupakan sebuah ensiklopedia medis monumental yang menggabungkan pengetahuan medis dari berbagai budaya dan peradaban sebelumnya.
Salah satu teori kesehatan yang sangat terkenal dari Ibnu Sina yakni, sakitnya seseorang tak melulu disebabkan lemahnya fisik. Namun, juga disebabkan kondisi kejiwaan yang lemah.
Teori itu ditemukannya ketika menangani seorang pasien yang sakit secara fisik tetapi bukan disebabkan karena gangguan fisik melainkan kejiwaannya sedang melemah.
Pada suatu hari, Ibnu Sina dipanggil seorang pejabat tinggi sehubungan adanya seorang pangeran yang sedang terganggu jiwanya.
Gangguan itu berupa melankoli dan halusinasi yang kemudian berkembang menjadi delusi. Delusi sendiri merupakan gangguan mental.
Di mana, penderitanya tak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang imajinasi. Akibatnya, sang penderita meyakini dan bersikap sesuai dengan yang ia pikirkan.
Akibat delusi itu sang pangeran merasa dan berpikir, dirinya adalah seekor sapi. Ia tak lagi mau makan makanan sebagaimana biasa dimakan manusia.
Tak Seorang pun Memahami...
Ia juga tak mau minum minuman sebagaimana biasa diminum oleh mereka.
Kondisi itu membuat sang pejabat tinggi gelisah dan memerintahkan untuk meminta izin pada sang Raja agar mendatangkan Ibnu Sina guna mendiagnosis dan mengobati penyakitnya.
Pasien itu diketahui bernama Pangeran Buyhid. Akibat sakitnya, badannya menjadi kurus kering dan sangat lemah.
Beberapa dokter sudah didatangkan untuk mendiagnosis penyakit sang pangeran, tetapi tak seorang pun memahami penyakitnya.
Mereka tak mampu mendiagnosis penyakit apa yang dialami sang pangeran. Bahkan, karena penyakitnya, sang pangeran minta disembelih layaknya hewan kurban untuk Iduladha.
Dalam keadaan seperti itu, seorang pejabat tinggi bernama Allau Dullah sangat mencemaskan keadaan sang pangeran.
Ia kemudian memerintahkan kepada pejabat di bawahnya, Khwaja Abu Ali, untuk memohon izin sang Raja mendatangkan Ibnu Sina guna menangani penyakit sang pangeran.
Ibnu Sina menyanggupi permintaan itu. Namun, Ibnu Sina memiliki permintaah, yakni tidak boleh ada seorang pun yang ikut campur dengan caranya dalam memberikan psikoterapi terhadap sang pangeran.
Psikoterapi...
Kesanggupan itu sangat penting sebab pada saat itu belum banyak orang paham bagaimana sebuah psikoterapi diterapkan.
Metode itu sama sekali baru dan seringkali mengejutkan dan menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan tertentu bagi yang belum paham prinsip-prinsip dasar psikoterapi.
Secara teoritis, psikoterapi merupakan bentuk interaksi antara pasien dan terapis yang bertujuan untuk membantunya melalui masa-masa sulit dan mempelajari berbagai cara untuk menyelesaikan masalah dalam hidup.
Terapi ini bersifat terbuka, yang berarti baik pasien maupun terapis akan sama-sama mencari jalan keluar yang terbaik.
Ketika Ibnu Sina datang dan bertemu dengan sang pangeran, ia mengatakan kepada sang pangeran bahwa ia akan segera disembelih dan sang jagal pun telah tiba.
Mendengar kabar itu sang pangeran sangat kegirangan karena selama ini memang hal itu yang dia tunggu-tunggu.
Ibnu Sina kemudian memerintahkan kedua temannya untuk mengikat kedua lengan sang pangeran secara ketat dengan seikat tali yang kuat.
Tak lama setelah itu Ibnu Sina datang ke tempat itu sambil mengacung-acungkan sebuah pisau.
Tak Jadi Disembelih...
Sebelum bermaksud menyembelih sang pangeran, Ibnu Sina mengasah pisau itu dengan batu hingga tampak sangat tajam. Ibnu Sina berpenampilan bak seorang jagal yang sangat kejam dan tak kenal ampun.
Tak lama setelah itu, sang pangeran membaringkan diri dan Ibnu Sina mengangkangi dada sang pangeran seolah-olah dia benar-benar akan menyembelihnya.
Tetapi setelah menyentuh lengan dan beberapa bagian dari tubuh sang pangeran, Ibnu Sina mengatakan, “Sapinya sangat lemah dan mudah remuk, tidak ada gunanya menyembelih binatang yang sedemikian lemah.”
Ibnu Sina lalu menyarankan agar sapi makan terlebih dahulu hingga kenyang baru kemudian dapat disembelih.
Sang pangeran yang dalam imajinya merupakan seekor sapi itu setuju atas usul sang jagal. Ia kemudian mulai memakan apa saja dari makanan yang disodorkan padanya.
Makanan itu telah dicampuri obat yang tepat dengan dosis yang pas oleh Ibnu Sina. Perlahan, kondisi Sang Pangeran pun membaik dan akhirnya sembuh baik secara jasmani maupun rohani.
Kisah itu dituliskan dalam buku karya Dr Hamid Naseem Rafiabadi berjudul Saint and Savior of Islam, (Sarup & Sons; New Delhi, 1st Edition, 2005: 282).